DUOMONEY

DUOMONEY

Kamis, 17 November 2011

PEMBAHARUAN PENDIDIKAN INDONESIA

Pendahuluan
    Tidak bisa diragukan lagi bahwa manusia tak akan terlepas dengan mengeksplorasi segala sumber daya yang dimilikinya. Dengan cara melakukan segala daya dan kemampuannya untuk selalu melakukan pembaharuan menemukan sesuatu yang baru yang dapat membuat hidupnya lebih baik lagi. Jika manusia tidak menggali segala kemampuannya maka ia kan tertingggal bahkan tergerus oleh zaman yang selalu berkembang.
    Dalam dunia pendidikan, pembaharuan adalah hal yang mutlak dilakukan karena  tanpa pembaharuan akan terjadi kebuntuan pada dunia pendidikan yang berimbas pada elemen-elemen kehidupan lain seperti  politik, ekonomi, social, dan lain-lain.


Pembahasan
A.    Mendefinisikan Ulang Pendidikan
Sebelum membahas pembaharuan pendidikan, terlebih dahulu perlu diketahui pengertian pendidikan. Secara tegas, pendidikan adalah salah satu media untuk mencerdaskan kehidupan bangsa ke dalam era aufklarung (pencerahan). Pendidikan bertujuan untuk membangun tatanan bangsa yang berbalut dengan nila- nilai kepintaran, kepekaan, dan kepedulian terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan juga sangat berperan dalam mengentaskan kemiskinan pengetahuan, menyelesaikan persoalan kebodohan, dan menuntaskan segala permasalahan bangsa yang sedang dialami.
Menurut Romo Mangun Wijaya,” Pendidikan adalah proses awal usaha untuk menumbhkan kesadaran social pada setiap manusia sebagai pelaku sejarah”. Kesadaran social hanya akan tercapai apabila seseorang telah berhasil membaca realitas perantaraan dunia di sekitar mereka. Sebagai usaha untuk menambahkan kesadaran social, maka perlu adanya perangkat analisis yang bersumber dari kebebasan berpikir dari masing- masing individu yang pada akhirnya memberikan daya nalar yang kritis terhadap perkembangan social yang ada. Sementara Jean Piager mendefinisikan Pendidikan sebagai penghubung dua sisi. Di satu sisi, individu yang sedang tumbuh dan disisi lain, nilai social, intelektual, dan moral yang menjadi tanggung jawab pendidikan untuk mendorong individu tersebut dalam hal kebebasan berpikir dan kemandirian. Individu berkembang sejak lahir dan terus berkembang.  Merujuk dari dua pemikir tersebut, pendidikan sesungguhnya berupaya guna membangun kesadaran social kemasyarakatan yang tinggi terhadap masyarakat ataupun anak didik agar mereka menjadi peka dan peduli tehadap realitas social. Pendidikan mengarahkan pada terbangunnya paradigm berpikir secara kongkrit dan riil dengan sesuatu yang sedang terjadi dalam persoalan social kemasyarakatan.


SEJARAH DUNIA PENDIDIKAN DI INDONESIA
       Perkembangan kualitas pendidikan di Indonesia telah berlangsung dalam empat era yaitu:
1). Era kolonial
2). Era Orde Lama
3). Era Orde Baru
4).Era Reformasi
    Pada jaman kolonial, pendidikan hanya diberikan kepada para penguasa serta kaum feodal. Pendidikan rakyat cukup diberikan untuk memenuhi kebutuhan dasar penguasa kolonial. Pendidikan diberikan hanya terbatas kepada rakyat di sekolah-sekolah kelas 2 atau ongko loro tidak diragukan mutunya. Sungguh pun standar yang dipakai untuk mengukur kualitas rakyat pada waktu itu diragukan karena sebagian besar rakyat tidak memperoleh pendidikan, namun demikian apa yang diperoleh pendidikan seperti pendidikan rakyat 3 tahun, pendidikan rakyat 5 tahun, telah menghasilkan pemimpin masyarakat yang berhasil menjadi pemimpin gerakan nasional. Pendidikan kolonial untuk golongan bangsawan serta penguasa tidak diragukan lagi mutunya. Para pemimpin nasional kita kebanyakan memperoleh pendidikan di sekolah-sekolah kolonial bahkan beberapa mahasiswa yang dapat melanjutkan di Universitas terkenal di Eropa. Dalam sejarah pendidikan kita dapat katakan bahwa intelegensi bangsa Indonesia tidak kalah dengan kaum penjajah. Masalah yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada waktu itu adalah kekurangan kesempatan yang sama yang diberikan kepada semua anak bangsa. Oleh sebab itu di dalam Undang Undang Dasar 1945 dinyatakan dengan tegas bahwa pemerintah akan menyusun suatu sistem pendidikaan nasional untuk rakyat, untuk semua bangsa.
Pada masa revolusi, pendidikan nasional mulai meletakkan dasar-dasarnya. Bangsa kita dapat melaksanakan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945. Kita dapat merumuskan Undang Undang Pendidikan No. 4/1950 junto no. 12/ 1954. Kita dapat membangun sistem pendidikan yang tidak kalah mutunya. Para pengajar, pelajar melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya walaupun serba terbatas. Pada masa Orde Lama, sudah mulai diadakan ujian-ujian negara yang terpusat dengan sistem kolonial yang serba ketat tetapi tetap jujur dan mempertahankan kualitas. Hal ini didukung karena jumlah sekolah belum begitu banyak dan guru-guru yang ditempa pada zaman kolonial. Pada zaman itu siswa dan guru dituntut disiplin tinggi. Guru belum berorientasi kepada yang material tetapi kepada yang ideal. Citra guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa yang diciptakaan era Orde Baru sebenarnya telah dikembangkan pada masa Orde Lama. Kebijakan yang diambil pada Orde Lama dalam bidang pendidikan tinggi yaitu mendirikan universitas di setiap provinsi. Kebijakan ini bertujuan untuk lebih memberikan kesempatan memperoleh pendidikan tinggi. Pada waktu itu pendidikan tinggi yang bermutu terdapat di Pulau Jawa seperti UI, IPB, ITB, Gajah Mada, dan UNAIR, sedangkan di provinsi-provinsi karena kurangnya persiapan dosen dan keterbatasaan sarana dan prasarana mengakibatkan kemerosotan mutu pendidikan tinggi mulai terjadi.

Dalam era Orde Baru, dikenal sebagai era pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan dasar terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya INPRES Pendidikan Dasar. Tetapi sayang sekali INPRES Pendidikan Dasar belum ditindaklanjuti dengan peningkatan kualitas tetapi baru kuantitas. Selain itu sistem ujian negara (EBTANAS) telah berubah menjadi bumerang yaitu penentuan kelulusan siswa menurut rumus-rumus tertentu. Akhirnya di tiap-tiap lembaga pendidikan sekolah berusaha untuk meluluskan siswanya 100%. Hal ini berakibat pada suatu pembohongan publik dan dirinya sendiri dalam masyarakat. Oleh sebab itu era Orde Baru pendidikan telah dijadikan sebagai indikator palsu mengenai keberhasilan pemerintah dalam pembangunan.
Dalam era pembangunan nasional selama lima REPELITA yang ditekankan ialah pembangunan ekonomi sebagai salah satu dari TRILOGI pembangunan. Maka kemerosotan pendidikan nasional telah berlangsung. Dari hasil manipulasi ujian nasional sekolah dasar kemudian meningkat ke sekolah menengah dan kemudian meningkat ke sekolah menengah tingkat atas dan selanjutnya berpengaruh pada mutu pendidikan tinggi. Walaupun pada waktu itu pendidikan tinggi memiliki otonomi dengan mengadakan ujian masuk melalui UMPTN, tetapi hal tersebut tidak menolong. Pada akhirnya hasil EBTANAS juga dijadikan indikator penerimaan di perguruan tinggi. Untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi maka pendidikan tinggi negeri mulai mengadakan penelusuran minat dari para siswa SMA yang berpotensi. Cara tersebut kemudian diikuti oleh pendidikan tinggi lainnya.
Di samping perkembangan pendidikan tinggi dengan usahanya untuk mempertahankan dan meningkatkan mutunya pada masa Orde Baru muncul gejala yaitu tumbuhnya perguruan tinggi swasta dalam berbagai bentuk.  Indonesia sejak tahun 1998 merupakan era transisi dengan tumbuhnya proses demokrasi. Demokrasi juga telah memasuki dunia pendidikan nasional antara lain dengan lahirnya Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam bidang pendidikan bukan lagi merupakan tanggung jawab pemerintah pusat tetapi diserahkan kepada tanggung jawab pemerintah daerah .
    Sistem Pendidikan Nasional Era Reformasi yang diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 diuraikan dalam indikator-indikator akan keberhasilan atau kegagalannya, maka lahirlah Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang kemudian dijelaskan dalam Permendiknas RI.
B.    Pembaharuan Pendidikan di Indonesia
    Di dalam masyarakat Indonesia dewasa ini muncul banyak kritikan baik dari praktisi pendidikan maupun dari kalangan pengamat pendidikan mengenai pendidikan nasional yang tidak mempunyai arah yang jelas. Dunia pendidikan sekarang ini bukan merupakan pemersatu bangsa tetapi merupakan suatu ajang pertikaian dan manusia-manusia yang berdiri sendiri dalam arti yang sempit, mementingkan diri dan kelompok. Kalau kita mengamati pendidikan di Indonesia maka kita akan mendapatkan beberapa fenomena dan indikasi yang sangat tidak kondusif untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara maju dalam bidang pendidikan apalagi dalam bidang ekonomi. Fenomena dan indikasi tersebut antara lain: Rendahnya mutu dan tingkat pendidikan para tenaga pengajar di semua jenjang pendidikan, rendahnya kemampuan sarjana-sarjana Indonesia, Dekadensi moral di kalangan mahasiswa dan pelajar, factor keuangan (financial) yang jauh dari cukup, factor social, politik, dan masih banyak lagi. Beberapa fenomena yang tergambar tentu saja didasari oleh beberapa kemungkinan yang menjadi factor pemicu atau penyebab , diantaranya :
1.    Kemampuan Ilmiah
Yang dimaksud kemampuan ilmiah di sini adalah kapabilitas seseorang untuk melakukan sebuah aktifitas yang memenuhi syarat-syarat ilmiah. Seperti penguasan terhadap metodologi riset, perangkatperangkat riset baik yang berupa perangkat lunak (software) seperti referensi maupun perangkat keras (hardware) seperti mesin dan sebagainya. Semua komponen ini jarang terpenuhi karena factor ekonomi, waktu dan kesempatan dan skill para sarjana dalam menggunakannya.
2.    Kesempatan
Kebanyakan para mahasiswa atau sarjana terlanjur sibuk dengan banyak aktifitas rutin harian yang menyita hampir seluruh waktu yang dimilikinya. Sehingga sangat sulit untuk mencari peluang dan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan ilmiahnya. Apalagi peluang untuk melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi tidaklah mudah. Persaingan dan biaya yang tinggi sering penjadi penghalang dihadapan para sarjana untuk melanjutkan studi mereka. Sementara itu peluang untuk mengganti spesialisasi lain ataupun menambah spesialisasi lebih dari satu baik di tingkat S1 maupu ditingkat S2 dan S3 sangat kekecil kemungkinannya karena batasan umur yang mengikat, biaya yang mahal dan peraturan yang kurang mendukung.
3.    Faktor Ekonomi
Kondisi ekonomi rakyat baik sebelum krisis apalagi setelah krisis merupakan faktor yang dominan yang menyebabkan timbulnya fenomena di atas. Apalagi pendidikan telah menjadi ladang bisnis yang menggiurkan. Sehingga banyak konglomerat menginvestasikan uangnya di bidang ini. Sementara itu anggaran pendidikan nasional tidak mampu mengatasi problema ini karena jumlahnya yang masih jauh dari cukup. Maka kita lihat semua sarana pendidikan milik pemerintah mulai dari tingkat SLTP sampai perguruan tinggi tidak ada yang gratis. Gejala di atas berakibat banyaknya rakyat yang tidak mendapatkan pendidikan sampai ketingkat yang lebih tinggi. Kalaupun ada, kebanyakan hanya bertahan sampai jenjang S1. Rata-rata terbentur oleh kondisi finansial mereka yang sangat tidak mendukung. Padahal dari segi kecerdasan banyak yang potensial.
4.    Faktor Politik
Dalam masa orde baru ada kecendrungan para penguasa untuk mempolitisir pendidikan demi kesinambungan kekuasan mereka, dengan mengabaikan kemajuan rakyat. Contoh sederhana dapat kita lihat pada penanaman nilai-nilai nasionalisme. Nasionalisme perlahan-lahan berubah dari loyalitas kepada bangsa menjadi loyalitas kepada penguasa. Slogan nasionalisme dijadikan alat untuk menekan dan mengelabui rakyat. Semakin semrawutnya masalah ini sampai sekarang menjadi bukti berikutnya bahwa sebenarnya mereka tidak memiliki nasionalisme sama sekali melainkan egoisme belaka. Contoh lain dari mempolitisir pendidikan adalah adanya mata pelajaran yang pada intinya pengulangan dari mata pelajaran yang lain, seperti PSPB yang seharusnya sudah cukup dengan pelajaran PMP dan sejarah. Namun karena pelajaran tersebut menguntungkan penguasa maka harus dipelajari.

Untuk menghindari masalah-masalah tersebut di atas, dan agar mau berubah terutama sikap dan perilaku terhadap perubahan pendidikan yang sedang dan akan dikembangkan, sehinga perubahan dan pembaharuan itu diharapkan dapat berhasil dengan baik, maka guru, administrator, orang tua siswa, dan masyarakat umumnya harus dilibatkan.
Beberapa faktor-faktor utama yang perlu diperhatikan dalam inovasi pendidikan adalah guru, siswa, kurikulum dan fasilitas, dan program/tujuan:
1.    Guru 
Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di kelas maupun efeknya di
luar kelas. Guru harus pandai membawa siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai. Ada beberapa hal yang dapat membentuk kewibawaan guru antara lain adalah penguasaan materi yang diajarkan, metode mengajar yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, hubungan antar individu, baik dengan siswa maupun antar sesama guru dan unsur lain yang terlibat dalam proses pendidikan. Keterlibatan guru mulai dari perencanaan, pembaharuan pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya memainkan peran yang sangat besar bagi keberhasilan suatu inovasi pendidikan. Oleh karena itu, dalam suatu pembaharuan pendidikan, gurulah yang utama dan pertama terlibat karena guru mempunyai peran yang luas sebagai pendidik, sebagai orang tua, sebagai teman, sebagai dokter, sebagi motivator dan lain sebagainya.
2.    Siswa
Siswa sebagai obyek utama dalam pendidikan terutama dalam proses belajar mengajar juga memegang peran yang sangat dominan. Dalam proses belajar mengajar, siswa dapat menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan intelegensia, daya motorik, pengalaman, kemauan dan komitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa ada paksaan. Hal ini bisa terjadi apabila siswa juga dilibatkan dalam proses perubahan dan pembaharuan pendidikan, walaupun hanya dengan mengenalkan kepada mereka tujuan dari pada perubahan itu mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan, sehingga apa yang mereka lakukan merupakan tanggung jawab bersama yang harus dilaksanakan dengan konsekwen. Peran siswa dalam pembaharuan  pendidikan tidak kalah pentingnya dengan peran unsur-unsur lainnya, karena siswa bisa sebagai penerima pelajaran, pemberi materi pelajaran pada sesama temannya, petunjuk, dan bahkan sebagai guru.

3.    Kurikulum
Kurikulum pendidikan, lebih sempit lagi kurikulum sekolah meliputi program pengajaran dan perangkatnya merupakan pedoman dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Oleh karena itu kurikulum sekolah dianggap sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam proses belajar mengajar di sekolah, sehingga dalam pembaharuan  pendidikan, kurikulum memegang peranan yang sama dengan unsur-unsur lain dalam pendidikan. Tanpa adanya kurikulum dan tanpa mengikuti program-program yang ada didalamya, maka pembaharuan pendidikan tidak akan berjalan sesuai dengan tujuan itu sendiri. Oleh karena itu, dalam pembaharuan pendidikan, perubahan itu hendaknya sesuai dengan perubahan kurikulum atau perubahan kurikulum diikuti dengan pembaharuan pendidikan.
4.    Fasilitas
Fasilitas, termasuk sarana dan prasarana pendidikan, tidak bisa diabaikan dalam dalam proses pendidikan khususnya dalam proses belajar mengajar. Dalam pembaharuan pendidikan, tentu saja fasilitas merupakan hal yang ikut mempengaruhi kelangsungan pembaharuan yang akan diterapkan. Tanpa adanya fasilitas, maka pelaksanaan pendidikan akan bisa dipastikan tidak akan berjalan dengan baik. Fasilitas, terutama fasilitas belajar mengajar merupakan hal yang esensial dalam mengadakan perubahan dan pembaharuan pendidikan. Oleh karena itu, jika dalam menerapkan suatu inovasi pendidikan, fasilitas perlu diperhatikan. Misalnya ketersediaan gedung sekolah, bangku, meja dan sebagainya.
5.    Lingkup Sosial Masyarakat
Dalam menerapakan inovasi pendidikan, ada hal yang tidak secara langsung terlibat dalam perubahan tersebut tapi bisa membawa dampak, baik positif maupun negatif, dalam pelaklsanaan pembaharuan pendidikan. Masyarakat secara tidak langsung atau tidak langsung, sengaja maupun tidak, terlibat dalam pendidikan. Sebab, apa yang ingin dilakukan dalam pendidikan sebenarnya mengubah masyarakat menjadi lebih baik terutama masyarakat di mana peserta didik itu berasal. Tanpa melibatkan masyarakat sekitarnya, pembaharuan pendidikan tentu akan terganggu, bahkan bisa merusak apabila mereka tidak diberitahu atau dilibatkan.


PENUTUP
    Pembaharuan pendidikan sebagai usaha perubahan pendidikan tidak bisa berdiri sendiri, tapi harus melibatakan semua unsur yang terkait di dalamnya, seperti inovator, penyelenggara, pelaksana seperti guru dan siswa. Disamping itu, keberhasilan pendidikan tidak saja ditentukan oleh satu atau dua faktor saja, tapi juga oleh masyarakat serta kelengkapan fasilitas. Plato, filosof Yunani (428 - 437 M) mengatakan bahwa para pendidik harus serius menggarap pendidikan karena pendidikan itu membuat orang menjadi lebih baik dan tentu akan berperilaku baik pula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar, saran, atau kritik Anda